
Rudal yang diluncurkan dari Iran dicegat, seperti yang terlihat dari kota Ashkelon, Israel, 13 Juni 2025. (REUTERS/Amir Cohen)
TOPRIAU|Timur Tengah kembali memanas. Kali ini bukan sekadar adu ancaman atau saling kecam di forum internasional.
Pada Sabtu malam (14/6/2025), dunia dikejutkan dengan aksi saling serang militer antara Iran dan Israel yang kini makin terbuka dan mengkhawatirkan.
Apakah ini awal dari perang besar-besaran di kawasan?
Ladang Gas Diserang, Teheran Murka
Israel meluncurkan serangan udara ke berbagai sasaran strategis di Iran, termasuk fasilitas energi utama di ladang gas South Pars, salah satu yang terbesar di dunia.
Serangan ini memicu kebakaran besar dan membuat produksi sempat dihentikan sebagian.
Serangan ke fasilitas energi ini dinilai sebagai eskalasi besar dan langkah yang bisa mengganggu stabilitas energi global.
Iran: “Tak Ada Lagi Meja Perundingan!”
Sebagai respons, Teheran langsung membatalkan pembicaraan nuklir dengan AS yang seharusnya digelar di Oman.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi menegaskan:
“Tidak mungkin kami duduk di meja perundingan saat rudal Israel masih menghujani rakyat kami.”
Sebelumnya, jalur diplomatik antara AS dan Iran sempat menjadi satu-satunya harapan dunia untuk meredam potensi perang terbuka terkait program nuklir Iran.
Selat Hormuz Terancam Ditutup
Yang paling membuat dunia waspada, seorang jenderal senior Iran menyatakan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk menutup Selat Hormuz, jalur vital ekspor minyak dunia.
Jika ini terjadi, pasar minyak global bisa kolaps, dan lonjakan harga yang saat ini sudah naik 9% mungkin baru permulaan dari ‘kiamat minyak’ yang dikhawatirkan banyak analis.
Korban Sipil Berjatuhan
Iran melaporkan lebih dari 78 korban jiwa di hari pertama, dengan 60 orang tewas hanya dalam satu serangan rudal yang menghancurkan sebuah apartemen 14 lantai di Teheran.
Tragisnya, 29 di antaranya adalah anak-anak.
Di sisi lain, serangan balasan Iran juga menewaskan seorang warga Israel dan melukai belasan lainnya.
Sirene peringatan terus berbunyi di wilayah utara Israel, sementara rudal dan drone masih terlihat melintasi langit malam.
Netanyahu: “Ini Baru Pemanasan”
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa serangan ke Iran belum seberapa dibandingkan dengan yang direncanakan ke depan:
“Kami tidak akan berhenti sampai ancaman terhadap Israel benar-benar hilang.”
Israel berdalih bahwa serangan ini bertujuan untuk menggagalkan langkah terakhir Iran menuju senjata nuklir.
Sebuah pernyataan yang dibantah keras oleh Teheran, yang tetap mengklaim program nuklir mereka hanya untuk tujuan damai.
Dunia Ketar-Ketir: Diplomasi Gagal, Perang di Depan Mata?
Presiden AS Donald Trump sudah mengirim peringatan keras kepada Teheran, tapi juga membuka kemungkinan negosiasi jika Iran “secara drastis menurunkan level program nuklirnya.”
Namun, dengan pembicaraan dibatalkan dan darah sudah tumpah, harapan diplomasi kini tampak makin tipis.
Organisasi HAM Israel, B’Tselem, mengkritik keras pemerintah Netanyahu karena memilih jalan perang:
“Alih-alih menempuh semua jalur diplomatik, pemerintah memilih opsi militer yang mempertaruhkan nyawa seluruh kawasan.”
Ancaman Lebih Luas?
Iran juga memperingatkan bahwa negara-negara sekutu Israel seperti AS, Inggris, dan Prancis bisa menjadi target berikutnya, terutama jika ikut campur atau membantu Israel secara militer.
Meski begitu, kemampuan Iran untuk melancarkan serangan skala besar dinilai terbatas, karena dua proksi terkuatnya — Hamas di Gaza dan Hizbullah di Lebanon — telah lebih dulu terpukul dalam konflik panjang.
Dunia kini mengamati dengan cemas. Apakah ini hanya “baku hantam” sementara, atau benar-benar langkah awal menuju perang regional skala besar yang bisa merembet ke krisis global — dari ekonomi, energi, hingga keamanan internasional?
Yang jelas, krisis ini bukan lagi soal siapa menyerang siapa, tapi soal bagaimana dunia menghindari kehancuran yang lebih luas.***