TOPRIAU|Ribuan warga dari Kabupaten Pelalawan, Riau, turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran di depan Kantor Gubernur Riau pada Rabu (11/6).
Aksi ini merupakan bentuk protes keras terhadap rencana relokasi paksa dari permukiman mereka yang disebut berada dalam kawasan Hutan Lindung Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).
Dengan membawa spanduk dan poster bertuliskan “Kami Bukan Perambah!” dan “Tolak Relokasi!”, massa menyuarakan penolakan atas kebijakan yang dinilai tidak adil dan mengancam keberlangsungan hidup mereka.
Warga: Kami Sudah Tinggal Puluhan Tahun, Bukan Merambah Hutan
Salah satu orator aksi menyatakan dengan lantang bahwa masyarakat tidak akan meninggalkan tempat tinggal yang sudah mereka tempati sejak lama.
“Kami, masyarakat, dengan tegas menyatakan akan tetap bertahan dan tidak bersedia direlokasi dari tempat tinggal kami saat ini,” ujarnya di hadapan ribuan peserta aksi.
Pasangan Hadi Saputra Siregar dan Heni Marpaung, salah satu warga yang bermukim di kawasan itu, turut menceritakan keresahannya.
Mereka mengaku mendapatkan perintah untuk segera mengosongkan rumah tanpa kejelasan relokasi ataupun ganti rugi.
“Kami ini bukan sengaja merambah hutan, tapi beli tanah itu dari ninik mamak setempat. Kami tinggal di sini bukan kemarin sore,” kata Hadi.
Menurut mereka, relokasi bukan hanya soal pindah tempat, tapi menyangkut masa depan 10.000 kepala keluarga yang sudah menggantungkan hidupnya di sana selama bertahun-tahun.
Fasilitas Mulai Dicabut, Sekolah Tak Terima Siswa Baru
Aksi protes ini juga dipicu oleh beberapa langkah awal relokasi yang telah dirasakan warga. Aliran listrik ke rumah-rumah sudah mulai diputus, dan sekolah-sekolah tidak lagi menerima murid baru.
“Anak-anak kami sudah tak bisa sekolah, listrik pun dipadamkan. Ini bentuk tekanan, bukan solusi,” tambah salah satu warga lainnya.
Minta Bertemu Presiden dan DPR RI
Massa aksi mendesak agar pemerintah daerah, khususnya Gubernur Riau, dapat memfasilitasi pertemuan langsung antara warga dengan Presiden RI dan anggota DPR RI dari komisi terkait.
Aliansi masyarakat menyatakan bahwa pemimpin daerah harus berpihak kepada rakyat, menjadi penyambung suara warga ke pusat, bukan sekadar pelaksana kebijakan yang menyengsarakan masyarakat.
Penertiban TNTN oleh Satgas PKH
Aksi ini merupakan buntut dari operasi penertiban kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) pada Selasa (10/6).
Penertiban itu menyasar rumah-rumah, kebun sawit, hingga ternak yang dianggap ilegal di dalam kawasan konservasi seluas 81.793 hektare.
Pemerintah menyebut kegiatan tersebut sebagai upaya penegakan hukum, karena kawasan TNTN merupakan tanah negara yang harus dijaga dari aktivitas perambahan.
Namun bagi masyarakat, langkah ini dianggap tidak adil, karena mereka merasa telah berhak atas lahan tersebut berdasarkan transaksi adat dan sejarah tinggal yang panjang.
Aksi Masih Berlangsung, Polisi Tutup Jalan
Hingga siang hari, aksi unjuk rasa masih berlangsung dengan penjagaan ketat dari aparat kepolisian.
Beberapa ruas jalan di sekitar Kantor Gubernur Riau ditutup untuk menghindari kemacetan akibat padatnya jumlah massa yang hadir.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi dua arah dan pendekatan berbasis hak masyarakat adat dalam penataan kawasan hutan lindung.
Relokasi tanpa solusi yang jelas dan partisipasi warga hanya akan memicu konflik baru di lapangan.
Warga berharap, aspirasi mereka tidak hanya didengar, tapi benar-benar diperjuangkan oleh pemerintah, demi keadilan dan keberlangsungan hidup mereka.***